Banyak kerusakan yang ditimbulkan oleh bid’ah, diantaranya adalah :
Bid’ah memberikan kesulitan kepada hamba, karena telah membebani manusia dengan sesuatu yang tidak pernah diperintahkan oleh Allah dan Rosul-Nya.
Bid’ah menyebabkan manusia keluar dari ketaatan kepada Rasul. Karena Allah Ta’ala berfirman :
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللهَ فَاتَّبِعُوْنِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ.
“Katakanlah, Jika kamu mencintai Allah ikutilah aku (Muhammad) niscaya Allah akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.” (QS Ali Imran : 31).
Ibnu Katsir rahimahullah berkata,” Ayat yang mulia ini adalah sebagai hakim bagi orang mengaku mencintai Allah, sementara ia tidak di atas tata cara (ibadah) Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dimana ia dusta dalam klaimnya tersebut sampai mengikuti syari’at Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam pada seluruh perkataan, perbuatan dan keadaan beliau, sebagaimana telah ada dalam kitab Ash Shahih Nabi bersabda :
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ.
“Barang siapa yang beramal dengan suatu amal yang tidak diperintahkan oleh kami maka amal tersebut tertolak.” (HR Muslim).[1] Bid’ah meniadakan kesempurnaan syahadat Muhammad Rasulullah.
Karena tujuan di utusnya Rosul adalah dalam rangka menjelaskan kepada manusia tentang ibadah yang diridlai oleh Allah, karena ibadah adalah hak Allah dan tentunya Allah ingin diibadahi sesuai dengan apa yang Dia cintai dan ridlai, bukan sesuai selera manusia. Dan yang Allah cintai dan ridlai adalah yang Allah wahyukan kepaa Rosul-nya.
Bid’ah adalah tikaman terhadap kesempurnaan islam.
Karena orang yang berbuat bid’ah konskwensinya adalah menyatakan dengan perbuatannya atau lisannya bahwa syari’at islam belum sempurna sehingga butuh penambahan, kalaulah ia meyakini islam telah sempurna di seluruh lininya tentu ia tidak akan berbuat bid’ah.[2] Bid’ah adalah tikaman terhadap sifat amanah Rasulullah Sallallahu’alaihi wasallam.
Ibnul Majisyun berkata,” Aku mendengar imam Malik berkata,”Barang siapa yang berbuat bid’ah di dalam islam yang ia anggap baik, ia telah menganggap Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengkhianati risalah, karena Allah berfirman,”Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu.” Maka yang pada hari itu tidak termasuk agama, pada hari inipun tidak termasuk agama.”[3] Bid’ah melenyapkan sunah, karena berapa banyak sunnah yang hilang dan digantikan oleh bid’ah, seperti adzan awal subuh, salawat, dll.
Berkata Hassan bin ‘Athiyyah,” Tidaklah suatu kaum berbuat bid’ah dalam agama mereka kecuali Allah akan mencabut sunnah yang semisal.” (HR Ad Darimi).[4] Bid’ah penyebab utama terjadinya perpecahan umat. Karena pada zaman Rosulullah dan sahabatnya belum terjadi bid’ah tapi ketika muncul orang-orang yang mengikuti selain petunjuk mereka mulailah terjadi perpecahan.
Amalan pelaku bid’ah tertolak. (HR Muslim).
Allah menghalangi ahli bid’ah untuk bertaubat selama dia tidak meninggalkan bid’ahnya. Sebagaimana sabda Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam :
إِنَّ اللهَ حَجَبَ التَّوْبَةَ عَنْ كُلِّ صَاحِبِ بِدْعَةٍ حَتَّى يَدَعَ بِدْعَتَهُ.
“Sesungguhnya Allah menghalangi taubat dari pelaku bid’ah sampai ia meninggalkan bid’ahnya.” (HR Thabrany dan disahihkan oleh syeikh Al Bani[5]).
Pelaku bid’ah akan menanggung dosa orang yang mengikutinya. Sebagaimana sabda Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam :
مَنْ سَنَّ فِي الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يُنْقَصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْءٌ. وَمَنْ سَنَّ فِي الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يُنْقَصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ.
“Barangsiapa mencontohkan suatu perbuatan baik di dalam islam, maka ia akan memperoleh pahalanya dan pahala orang-orang yang mengamalkannya setelahnya dikurangi sedikitpun dari pahala mereka. Dan barang siapa mencontohkan suatu perbuatan buruk di dalam islam, maka ia akan memperoleh dosanya dan dosa orang-orang yang mengamalkannya setelahnya tanpa dikurangi sedikitpun dari dosa mereka.” (HR Muslim).[6] Orang yang melindungi ahli bid’ah dilaknat oleh Allah. sebagaimana sabda Nabi :
لَعَنَ اللهُ مَنْ آوَى مُحْدِثًا
“Semoga Allah melaknat orang yang melindungi orang yang mengada-ada (kebid’ahan)”.(HR Muslim).
Pelaku bid’ah akan semakin jauh dari Allah.
Al Hasan Al Bashry rahimahullah berkata :”pelaku bid’ah tidaklah ia menambah ibadah (yang bid’ah) kecuali semakin jauh dari Allah “. (Ibnu Baththah, Al Ibanah)
Pelaku bid’ah memposisikan dirinya pada kedudukan yang menyerupai pembuat syari’at, karena yang berhak membuat syari’at hanyalah Allah saja. Firman-Nya :
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوْا لَهُمْ مِّن الدِّيْنِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللهُ.
“Apakah mereka mempunyai sekutu-sekutu selain Allah yang menetapkan aturan agama bagi mereka yang tidak diidzinkan oleh Allah.”
Bid’ah lebih buruk dari maksiat.
Syaikhul islam ibnu Taimiyah berkata,”Sesungguhnya ahli bid’ah lebih buruk dari ahli maksiat yang mengikuti syahwatnya berdasarkan sunnah dan ijma’ ulama… kemudian beliau menyebutkannya.[7] Bid’ah lebih disukai iblis dari maksiat.
Ibnul Ja’ad meriwayatkan dalam musnadnya (no 1885) dari Sufyan Ats Tsauri berkata,”Bid’ah lebih disukai oleh iblis dari pada maksiat.” Karena jika engkau bertanya kepada pencuri misalnya,”Apakah engkau meyakini mencuri itu maksiat ? ia akan menjawab “ya”. Sedangkan ahli bid’ah menganggap baik perbuatannya sehingga sulit diharapkan taubatnya.
Dan lain-lain.
[1] Ibnu Katsir, Tafsir ibnu katsir 2/24 tahqiq Hani Al haaj.
[2] Ilmu ushul bida’ hal 20.
[3] Al I’tisham 1/49.
[4] Sunan Ad Darimi 1/58 no 98 tahqiq Fawwaz Ahmad dan sanadnya shahih.
[5] Dalam shahih targhib wa tarhib no 54.
[6] Muslim 2/705 no 1017.
[7] Majmu’ fatawa ibnu Taimiyah 10/9.